
Ringkasan:{alertringkas}
- Harga emas dan perak melonjak signifikan sepanjang 2025, mencetak rekor tertinggi baru.
- Investor global mulai meninggalkan strategi portofolio tradisional dan beralih ke logam mulia.
- Meski prospeknya masih positif, analis mengingatkan potensi koreksi akibat reli yang terlalu cepat.
niadi.net — Pergerakan harga emas dan perak sepanjang 2025 menjadi salah satu fenomena paling mencolok di pasar keuangan global. Di tengah maraknya aset berisiko seperti saham teknologi, kripto, dan instrumen berbasis kecerdasan buatan, logam mulia justru tampil sebagai bintang utama.
Lonjakan harga yang terjadi bukan sekadar reli sesaat, melainkan mencerminkan perubahan mendasar dalam cara investor memandang emas dan perak.
Sepanjang tahun ini, emas mencatatkan puluhan rekor harga tertinggi, sementara perak melesat dengan laju yang bahkan lebih agresif.
Kondisi tersebut menandai pergeseran strategi investasi global, di mana investor mulai meninggalkan pola lama dan mencari perlindungan nilai yang lebih solid di tengah ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.
Harga Emas Cetak Rekor Bersejarah
Pada perdagangan Rabu, 24 Desember 2025, harga emas sempat menembus level 4.500 dollar AS per troy ons sebelum akhirnya memangkas sebagian penguatannya. Meski demikian, pencapaian tersebut tetap menjadi tonggak penting bagi pasar emas global.
Sepanjang 2025, emas telah mencetak lebih dari 50 rekor harga tertinggi. Jika tren ini berlanjut hingga akhir tahun, emas berpeluang mencatatkan kinerja tahunan terbaik sejak 1979.
Capaian ini menegaskan bahwa emas kembali memainkan peran sentral sebagai aset lindung nilai utama di tengah dinamika ekonomi dunia.
Kenaikan harga emas tidak terjadi dalam ruang hampa. Berbagai faktor fundamental berkontribusi terhadap reli yang terjadi, mulai dari kebijakan moneter global hingga perubahan preferensi investor.
Perak Melonjak Lebih Agresif dari Emas
Jika emas mencuri perhatian dengan rekor harga beruntun, perak justru mencatatkan performa yang lebih eksplosif. Sepanjang 2025, harga perak melonjak lebih dari 140 persen, menjadikannya salah satu komoditas dengan kinerja terbaik tahun ini.
Pada hari yang sama dengan lonjakan emas, harga perak menembus level 70 dollar AS per troy ons. Bahkan, kontrak berjangka perak sempat melampaui 72 dollar AS per troy ons.
Kenaikan tajam ini didorong oleh kombinasi permintaan industri yang kuat dan keterbatasan pasokan fisik di pasar global.
Perak memiliki karakter unik karena berfungsi ganda sebagai logam investasi dan bahan baku industri. Permintaan dari sektor energi terbarukan, elektronik, dan kendaraan listrik turut memperkuat prospek jangka panjang logam putih ini.
Reli Logam Mulia di Tengah Ledakan Aset Berisiko
Menariknya, lonjakan harga emas dan perak terjadi di saat minat investor terhadap hampir seluruh aset berisiko juga meningkat. Sepanjang 2025, pasar global diramaikan oleh reli kripto, saham berbasis kecerdasan buatan, hingga kebangkitan pasar saham Eropa.
Namun, di tengah euforia tersebut, emas dan perak justru semakin menonjol. Hal ini mengindikasikan bahwa investor tidak hanya mengejar imbal hasil tinggi, tetapi juga mencari aset yang mampu menjaga nilai portofolio dalam jangka panjang.
"Dalam paradigma baru, emas dipandang sebagai mata uang, bukan sekadar komoditas," ujar manajer portofolio senior Sprott Asset Management, Shree Kargutkar, dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (26/12/2025).
Pernyataan ini mencerminkan perubahan cara pandang investor terhadap emas, yang kini dilihat sebagai alternatif mata uang di tengah ketidakpastian sistem keuangan global.
Pergeseran dari Portofolio Tradisional 60/40
Lonjakan harga logam mulia juga sejalan dengan bergesernya pendekatan portofolio klasik yang selama puluhan tahun mengandalkan komposisi 60 persen saham dan 40 persen obligasi.
Dalam kondisi suku bunga yang fluktuatif dan volatilitas pasar yang tinggi, strategi tersebut dinilai tidak lagi optimal.
Kepala strategi pasar Blue Line Futures, Phil Streible, menyebut investor kini semakin sadar akan pentingnya diversifikasi berbasis komoditas.
"Investor menjadi semakin cerdas. Mereka menyadari perlunya menambahkan komoditas strategis seperti emas, perak, dan tembaga ke dalam portofolio untuk diversifikasi," kata Streible.
Diversifikasi berbasis komoditas dianggap mampu memberikan perlindungan tambahan terhadap risiko inflasi, pelemahan mata uang, dan ketidakpastian geopolitik.
Faktor Fundamental Pendorong Kenaikan Emas
1. Pembelian Besar oleh Bank Sentral
Salah satu pendorong utama reli emas adalah pembelian besar-besaran oleh bank sentral di berbagai negara. Upaya diversifikasi cadangan devisa dari dolar AS ke emas menjadi tren yang terus berlanjut.
2. Arus Dana ke ETF Emas
Selain bank sentral, investor institusional dan ritel juga meningkatkan eksposur terhadap emas melalui exchange-traded funds (ETF). Arus dana yang masuk ke ETF emas memberikan dorongan signifikan terhadap permintaan global.
3. Pelemahan Dolar dan Suku Bunga Lebih Rendah
Pelemahan dolar AS serta tren penurunan suku bunga global turut memperkuat daya tarik emas. Dalam lingkungan suku bunga rendah, emas menjadi lebih kompetitif dibandingkan aset berbunga.
Dinamika Kebijakan Moneter AS Jadi Sorotan
Pasar juga mencermati dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat, termasuk rencana Presiden Donald Trump yang disebut akan segera mengumumkan pengganti Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang masa jabatannya berakhir pada Mei.
Ekspektasi bahwa kebijakan moneter ke depan akan lebih dovish dan berorientasi pada pendekatan "run-it-hot" dinilai dapat semakin mengerek harga emas. Kebijakan semacam ini berpotensi meningkatkan inflasi dan melemahkan nilai mata uang, kondisi yang secara historis menguntungkan emas.
Proyeksi Harga Emas Masih Positif
Sejumlah analis Wall Street menilai tren kenaikan harga emas belum berakhir. Goldman Sachs kembali menegaskan pandangan "structurally bullish" dengan target harga emas mencapai 4.900 dollar AS per troy ons pada akhir 2026.
Potensi kenaikan dinilai masih terbuka lebar, terutama jika investor swasta yang saat ini belum mengalokasikan dana secara optimal ke emas mulai meningkatkan porsi investasinya.
World Gold Council juga menyampaikan pandangan serupa. Organisasi tersebut menilai peningkatan belanja fiskal, permintaan bank sentral, serta suku bunga yang lebih rendah berpotensi mendorong harga emas naik 5 hingga 15 persen pada tahun depan.
"Jika pertumbuhan ekonomi melambat dan suku bunga terus turun, emas berpotensi mencatatkan kenaikan moderat," ujar Joe Cavatoni, senior market strategist World Gold Council.
"Dalam kondisi perlambatan yang lebih parah dengan meningkatnya risiko global, emas bisa berkinerja sangat kuat," lanjut dia.
Peringatan Risiko Koreksi Harga
Meski prospek jangka menengah hingga panjang terlihat positif, reli cepat emas dan perak juga memunculkan peringatan kehati-hatian.
Analis komoditas senior Bloomberg Intelligence, Mike McGlone, mengingatkan bahwa pergerakan harga yang terlalu jauh dapat meningkatkan risiko koreksi tajam.
"Saya pikir emas bisa dengan mudah mencapai 5.000 dollar AS karena momentum. Namun, harga juga bisa turun ke 3.500 dollar AS, yang merupakan rentang normal ketika pergerakan sudah terlalu teregang," kata McGlone.
Ia menyinggung pengalaman historis pada reli emas tahun 1979 yang kemudian diikuti penurunan tajam lebih dari 50 persen pada 1982. Menurutnya, sejarah menjadi pengingat bahwa euforia pasar tidak selalu berlangsung tanpa koreksi.
"Ketika pergerakan sudah sejauh ini, investor perlu berhati-hati. Bagi mereka yang sejak lama bullish terhadap emas, dua kata terpenting adalah ambil untung," ujar McGlone.
Era Baru Strategi Investasi
Lonjakan harga emas dan perak sepanjang 2025 menandai perubahan besar dalam lanskap investasi global. Investor tidak lagi sepenuhnya mengandalkan strategi konvensional, melainkan mulai mengintegrasikan logam mulia sebagai komponen inti portofolio.
Emas dan perak kini dipandang bukan sekadar komoditas, tetapi instrumen strategis untuk menjaga nilai kekayaan di tengah ketidakpastian ekonomi, geopolitik, dan kebijakan moneter. Meski peluang kenaikan masih terbuka, kewaspadaan terhadap risiko koreksi tetap menjadi kunci dalam menyikapi era baru investasi logam mulia ini.