Trending

Apakah Dunia Menuju "AI Bubble"? Begini Prediksi Para Analis

Apakah Dunia Menuju AI Bubble? Begini Prediksi Para Analis
www.cbc.ca

niadi.net — Industri kecerdasan buatan (AI) tengah berada dalam masa paling gemilang sepanjang sejarahnya. Teknologi AI generatif, model bahasa besar, serta komputasi grafis berperforma ekstrem membuat berbagai sektor industri bertransformasi besar-besaran dalam waktu singkat.

Namun, keberhasilan yang cepat ini menimbulkan pertanyaan serius: apakah perkembangan AI saat ini benar-benar solid, atau justru merupakan gelembung ekonomi raksasa yang sewaktu-waktu bisa meledak?

Isu "AI bubble" kembali menjadi perbincangan setelah dua pemain besar di dunia investasi—Peter Thiel dan SoftBank—secara bersamaan melepas seluruh kepemilikan mereka di Nvidia, perusahaan yang kini dianggap tulang punggung revolusi kecerdasan buatan global. Penjualan massif ini langsung memancing kegelisahan di pasar modal karena Nvidia selama dua tahun terakhir menjadi salah satu simbol utama uang besar mengalir ke sektor AI.

Bagi sebagian analis, langkah Thiel dan SoftBank merupakan sinyal bahwa valuasi perusahaan-perusahaan AI kini berada di level yang terlalu tinggi. Namun, ada pula yang yakin bahwa AI saat ini tidak berada dalam fase gelembung seperti industri dot-com tahun 1999–2000. Perdebatan pun menguat: apakah kita sedang berada di puncak inovasi atau puncak ilusi?

Apa Itu AI Bubble?

Istilah "AI bubble" merujuk pada kondisi ketika hype terhadap AI membuat penilaian pasar (valuasi) tumbuh tidak realistis. Fenomena ini biasanya ditandai oleh:
  • Perhatian publik sangat tinggi
    Semua orang membicarakan AI, dari pemilik bisnis hingga pemerintah.
  • Investasi besar-besaran
    Dana miliaran dollar mengalir ke perusahaan yang mengaku mengembangkan teknologi AI—baik yang sudah matang maupun yang masih berupa rencana besar.
  • Ekspektasi berlebihan
    Banyak pihak percaya AI akan mengubah segalanya dalam waktu sangat cepat.
  • Pertumbuhan tidak berbanding lurus dengan profit
    Tidak semua perusahaan AI menghasilkan keuntungan sebesar nilai investasinya.

Gambaran sederhananya seperti gelembung sabun. Ia bisa membesar dengan cepat karena dorongan udara (hype), tetapi akan pecah jika di dalamnya tidak ada struktur kuat yang menahannya. Dalam konteks AI, "pecahnya gelembung" bisa berarti runtuhnya valuasi perusahaan, kerugian besar investor, hingga stagnasi pengembangan teknologi.

Pertanyaannya: apakah situasi saat ini mengarah ke sana?

Investor Besar Mulai Menjual Saham Nvidia: Sinyal Awal Gelembung?

Salah satu pemicu debat mengenai AI bubble muncul dari aksi dua investor raksasa:
  1. Peter Thiel melalui hedge fund Thiel Macro menjual seluruh 537.742 saham Nvidia yang dimilikinya pada kuartal III 2025, dengan nilai transaksi sekitar 100 juta dolar AS.
  2. SoftBank juga menjual seluruh kepemilikannya di Nvidia dengan nilai fantastis sekitar 5,8 miliar dolar AS.

Dua aksi jual yang terjadi nyaris bersamaan ini menimbulkan kekhawatiran karena Nvidia adalah "raja chip AI", yang produknya menjadi tulang punggung model besar seperti ChatGPT, Gemini, Claude, hingga Llama.

Dalam dunia finansial, penjualan besar dari investor institusional sering dianggap tanda bahwa mereka mulai merasa pertumbuhan perusahaan bisa melambat. Dalam bahasa pasar, ini disebut "profit-taking"—menjual ketika harga tinggi karena dianggap sudah mendekati puncaknya.

Para analis semakin waspada karena:
  • Valuasi perusahaan-perusahaan AI, terutama Nvidia, naik sangat cepat.
  • Kontribusi AI terhadap indeks saham global seperti S&P 500 sangat besar.
  • Sebagian besar pertumbuhan pasar hanya digerakkan oleh segelintir raksasa teknologi.
Menurut EuroNews, sektor terkait AI menyumbang:
  • 75% return S&P 500
  • 80% kenaikan laba perusahaan besar
  • 90% belanja modal perusahaan

Kenaikan ekstrem ini mengingatkan sebagian analis terhadap fase pamungkas dot-com bubble ketika nilai perusahaan naik jauh lebih cepat daripada fundamental bisnisnya.

Nvidia dan OpenAI: Dua Contoh Ledakan Valuasi yang Tak Pernah Terjadi Sebelumnya

Nvidia menjadi pusat perhatian karena kenaikan valuasinya tergolong paling agresif dalam sejarah pasar saham modern.
  • Pada 2023, valuasinya berada di angka 1 triliun dolar AS.
  • Dua tahun kemudian, valuasinya melonjak lebih dari 4 triliun dolar AS.

Artinya, nilai Nvidia meningkat 300% dalam rentang dua tahun—sesuatu yang sangat jarang terjadi pada perusahaan sebesar itu.

OpenAI, pengembang ChatGPT, juga tidak kalah mencengangkan.

Menurut Crunchbase Unicorn Board (Oktober 2025):
  • Valuasi OpenAI telah mencapai 500 miliar dolar AS.
  • Angka ini menempatkannya di posisi perusahaan private paling bernilai di dunia.

Valuasi tersebut mengalahkan SpaceX dan ByteDance, dua raksasa swasta global dengan pendapatan yang sudah jelas dan produk yang sangat matang.

Kenaikan valuasi yang terlalu cepat inilah yang membuat sebagian analis menyebut sektor AI sedang berada dalam fase euforia.

UBS: Pola AI Mengingatkan Pada Dot-com Bubble

Andrew Garthwaite, Chief Global Equity Strategist di UBS, menjadi salah satu analis yang paling vokal menyatakan bahwa euforia AI hari ini menyerupai gelembung internet di akhir 1990-an. Menurutnya, ada sejumlah pola klasik yang bisa dilihat dengan jelas.

1. Perilaku "Buy The Dip" yang Berlebihan

Investor ritel maupun institusi membeli saham AI setiap kali harganya turun sedikit. Keyakinan bahwa harga akan naik lagi menciptakan rasa aman yang palsu. Ini mirip sekali dengan fase pra-pecahnya gelembung dot-com ketika investor percaya "internet pasti masa depan".

2. Keyakinan Bahwa "Kali Ini Berbeda"

Setiap gelembung pasar biasanya dibangun di atas narasi bahwa teknologi dalam euforia tersebut benar-benar akan mengubah dunia. AI hari ini dianggap sebagai "revolusi industri berikutnya"—argumen yang mirip dengan saat investor yakin perusahaan internet akan menguasai seluruh ekonomi dunia tahun 1999.

3. Partisipasi Investor Ritel yang Sangat Tinggi

UBS mencatat:
  • 21% rumah tangga Amerika memiliki saham individu.
  • Angka itu melonjak menjadi 33% jika termasuk reksa dana dan instrumen keuangan lainnya.

Pada saat yang sama, hampir seluruh pertumbuhan laba pasar saham datang dari hanya 10 perusahaan besar. Sisanya stagnan. Ini kondisi yang sangat mirip dengan masa dot-com.

Garthwaite kemudian menyimpulkan: "Kondisi pasar saat ini memperlihatkan banyak sinyal euforia yang biasanya hadir sebelum gelembung pecah."

Goldman Sachs: Situasinya Jauh Berbeda dari Dot-com Bubble

Namun tidak semua analis setuju. Peter Oppenheimer dari Goldman Sachs menilai bahwa membandingkan industri AI hari ini dengan dot-com bubble adalah penilaian yang salah karena fondasi fundamentalnya jauh lebih kuat.

Menurut Oppenheimer, ada beberapa perbedaan besar:

1. Perusahaan AI Saat Ini Menghasilkan Keuntungan Nyata

Pada era dot-com, banyak perusahaan internet belum menghasilkan laba tetapi memiliki valuasi raksasa. Berbeda dengan itu, Nvidia, Microsoft, Google, dan Amazon mencetak profit yang sangat besar dan bertumbuh setiap kuartal.

2. Pertumbuhan Valuasi Sejalan dengan Pertumbuhan Laba

Oppenheimer menyebut bahwa investor AI tidak sekadar membeli mimpi, tetapi membeli perusahaan dengan pendapatan yang meningkat secara nyata. Harga saham yang naik mengikuti peningkatan permintaan GPU, cloud AI, dan layanan terkait lainnya.

3. Faktor Makroekonomi Berperan Besar

Suku bunga rendah, tingginya tabungan global, serta banyaknya dana yang mengalir ke pasar teknologi membuat sektor ini menjadi tempat favorit investor.

4. Rasio Valuasi Masih Masuk Akal

Goldman Sachs mencatat bahwa median rasio P/E forward 24 bulan untuk "Magnificent Seven" ada di angka sekitar 27 kali laba. Sebagai perbandingan:

Pada puncak dot-com bubble, median P/E perusahaan top mencapai 52 kali laba.

Artinya, harga saham AI saat ini sebenarnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan mania teknologi tahun 2000—dengan catatan perusahaan AI modern memiliki profit yang jelas.

Menurut Oppenheimer, kesimpulannya sederhana: kenaikan AI saat ini memang besar, tetapi bukan gelembung spekulatif seperti dot-com.

Perspektif Lain: Tantangan AI Ada Pada Infrastruktur, Bukan Valuasi

Jordi Visser dari 22V Research menyampaikan pandangan yang sangat berbeda dari analis lainnya. Baginya, perdebatan mengenai bubble atau tidak justru meleset dari inti masalah.

Menurut Visser, tantangan terbesar industri AI bukan koreksi pasar, tetapi ketidakseimbangan antara permintaan dan kapasitas industri. Ia menyebut bahwa dunia sedang mengalami "krisis suplai" untuk kebutuhan AI.

Misalnya:
  • Permintaan GPU jauh lebih tinggi daripada produksi.
  • Data center kekurangan lahan dan energi listrik.
  • Infrastruktur cloud tidak cukup kuat untuk menopang model AI yang semakin besar.
  • Konsumsi daya model AI tumbuh eksponensial, sementara pasokan energi tidak mengikuti.

Visser menyatakan: "Ini bukan gelembung dot-com. Permintaan AI hari ini terlalu besar untuk dapat dipenuhi industri dalam waktu dekat."

Ia menekankan bahwa yang akan bertahan bukan perusahaan dengan dana terkuat, tetapi perusahaan yang mampu:
  • Mengatasi keterbatasan pasokan chip
  • Mengamankan suplai listrik
  • Membangun data center besar yang hemat energi
  • Merancang teknologi yang lebih efisien

Dengan kata lain, tantangan utamanya bukan euforia pasar, tetapi kemampuan logistik dan teknis untuk memenuhi permintaan.

Apakah Kita Menuju AI Bubble?

Dari berbagai pendapat analis, dapat disimpulkan bahwa:
  • Ya, ada tanda-tanda klasik gelembung: kenaikan valuasi ekstrem, partisipasi investor ritel tinggi, dan euforia besar.
  • Namun, kondisi fundamental perusahaan AI hari ini jauh lebih kuat dibanding era dot-com.
  • Dan, banyak analis menilai masalah terbesar industri AI bukan spekulasi, tetapi keterbatasan infrastruktur global.

Jadi, apakah AI bubble sedang terbentuk? Jawabannya masih terbuka. Industri AI bisa saja mengalami koreksi, tetapi tidak semua pihak percaya bahwa kita sedang menuju kehancuran seperti tahun 2000.

Yang jelas, satu hal tidak terbantahkan: kecerdasan buatan telah mengubah dunia, dan dampaknya akan terus membesar—baik melalui inovasi, peluang ekonomi, maupun tantangan yang harus diatasi bersama.

Lebih baru Lebih lama
Cek tulisan lainnya lebih cepat melalui saluran WhatsApp
Support kami dengan SHARE tulisan ini dan traktir kami KOPI.

Formulir Kontak