Trending

Penderitaan Golputer Jika Prabowo Tidak Terpilih Jadi Presiden

niadi.net - Hasil hitung cepat dari 12 lembaga survei yang secara tidak langsung mengumumkan bahwa capres petahana Jokowi-Ma'ruf Amin menang, dan itu pula berarti adalah kekalahan no urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang membuat besar potensi bagi banyak orang untuk menderita.

sejarah golput di indonesia, cebong, golput, jokowi, jokowi-ma'ruf amin, kpu, kampret, pemilu 2019, pilpres 2019, prabowo subianto, prabowo-sandiaga, quick count, situng kpu

Tentunya bukan hanya paslon 02 beserta timses dan pendukungnya saja, namun di luar daripada lingkaran itu. Dan hasil daripada hitung cepat lembaga survei dan lebih dari 60 persen suara masuk di situng KPU yang dimenangkan oleh capres petahana, telah membuat Pemilu 2019 khususnya Pilpres ini seakan berakhir dengan anti-klimaks juga ending paling membosankan.

Untuk saat ini memang dapat dikatakan bahwa Jokowi lebih unggul dari Prabowo versi hitung cepat lembaga survei, dan Jokowi masih bisa memenangkan kembali tampuk kursi kepresidenan (masih versi quick count).

Namun apa pun lah itu yang masih menjadi permasalahan tak kunjung padam hingga selalu kita perdebatkan setiap waktu setiap saat, diberbagai tempat dimanapun tak terkecuali di bumi pertiwi ini. Adalah situasi yang seakan makin suram pasca pemilu, jauh dan jauh daripada gembar-gembor kedua calon berikut para timsesnya dimana kala itu mereka mengatakan "Pemilu Aman Damai, Siap Menang Siap Kalah" pra maupun pasca.

Nyatanya, pasca pemilihan presiden setelah dua pekan ini, Indonesia seakan sempit sekali, penuh sesak, bernapas pun seakan sulit. Duhh.... padahal sebentar lagi bulan puasa ya....

Para Kecebong masih tenggelam indah menikmati hingar bingar kemeriahan angka cantik 54 persen. Kotoran-kotoran tak berbangkai terus menyala menyinari atmosfir Nusantara, hingga bel-bel dentuman tak henti-hentinya berdentang terus menggelembung. Tanah Air tercinta ini tidak jarang seperti dianimasikan oleh mereka para warganet di dunia mayanya. Tanpa henti, tak mengenal lelah.

Semua keceriaan dan bahkan keberingasan tumpah ruah di banyak tempat di negeri indah yang bernama jejaring sosial dunia maya. Dari beragam platform seperti Facebook, Twitter, Instagram dan YouTube hingga WhatsApp. Dengan berbagai macam karakter-karakter hurup yang diolah dan juga dibumbui rempah-rempah agar lebih terasa nikmat tercium bagi mereka para petualang informasi pasca pilpres ini.

Banyak orang di negeri ini yang tiba-tiba saja menjadi seorang penyihir dengan bujuk rayu ramuan kata-kata kalimatnya yang membius bak kanker yang menyandera para korbannya. Tak ada seorang pun yang mampu untuk tidak tergoda atas suguhan romantis para penyihir dadakan ini. Tak terkecuali saya.

Dan saya pun mencoba untuk dapat menikmati sedikit rayuan suara dahsyat sang penyihir dunia maya ini, dengan hanya bermodalkan sedikit tameng bahwa yang saya coba untuk nikmati ini hanyalah sebagai sebuah hiburan semata di kala senggang. Saya pun melesat terbang ke angkasa bak superman, masuk dan ikut berkontribusi.

Berpartisipasi sebagai partisan yang bukan Cebong, dan bukan pula sebagai Kampret.

Maka ketika hasil quick count dan Situng KPU yang stabil ini nantinya adalah jelmaan yang pasti nyata menjadi sama ketika perilisan perhitungan resmi KPU di tanggal 22 Mei 2019, dan Prabowo-Sandi akhirnya mengalami kekalahan untuk dapat menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia periode 2019-2024. Yang terbayang saat ini adalah "Kemana mereka para Golongan Putih (golput) sekarang ini?" dan "Apa yang mereka rasakan ketika Jokowi terpilih kembali?".

golput 2019, artikel golput, jangan golput, dampak golput, contoh golput, golput indonesia, golput dalam islam, golput haram, golput adalah, golongan putih in english, dampak negatif golput, makalah golput
Golputer yang beberapa bulan lalu hingga ketika pencoblosan 17 April lalu menghilang tertelan Bumi Pertiwi, akankah mereka hadir diantara derasnya percek-cokan Cebong vs Kampret yang semakin memanas pasca Pilpres ini.

Anti Klimaks Golputers

Memang sungguh sangat disayangkan sekali, ketika para Golputer ini dikabarkan bahwa mereka tidak murni berada di ruang tengah, mereka pula dicap sebagai psikopat, juga dituduh tidak patriotik, hingga dipaksa untuk pergi meninggalkan bumi Indonesia tercinta dan menjadi berbeda bukan pembeda.

Pada titik tersebut, Golput mencapai titik anti-klimaksnya, karena serangan-serangan pra 17 April oleh para saudara se-tanah airnya karena pilihan mereka yang memilih untuk tidak memilih di 17 April lalu.

Pabila pakde Jokowi terpilih kembali menikmati kursi Presiden, maka ketika itu pula kehadiran Golputer pada pemilu kali ini seakan tidak lagi terasa penting di dunia demokrasi Indonesia 2019 ini. Meski pada satu sisi, mereka juga para Golputer bisa menikmati menghela nafas dengan lega karena mereka bebas seakan telah terbebas daripada serangan para Cebong pasca pilpres.

Golputer vs Cebonger

Banyak oknum Cebong yang dulu pra pencoblosan sangat ganas sekali dalam menyerang mereka para Golputer, sekarang terbius dengan kegembiraan dalam perayaan kemenangan jagoan mereka. Dan melupakan selupa-lupanya para Golputer.

Bagaimanapun, Jokowi telah menang. Golputer bukan hambatan lagi bagi mereka para Cebonger, hingga energi mereka teralihkan dengan nikmatnya mengolah-ragakan jari jemari mereka via smartphone dan juga komputer dalam rangkaian suka ria kemenangannya.

Dalam lintas pikir saya sebenarnya ingin tahu bahwa betapa menariknya dan menyenangkannya kontroversi antara mereka para Golputer dan Cebong jikalau Jokowi benar-benar kalah.

Sedikit banyaknya terbayangkan semua publikasi yang para Cebong lakukan kala itu dengan beragam hasil dari jemari-jemari mereka di dunia maya yang selalu saja menggeruduk Golputer, dan bahkan dengan sumpah serapahnya pabila Prabowo terpilih menjadi Presiden maka Indonesia lambat laun akan menjadi negara seperti Libya, Irak, dan juga Suriah.

Sekilas saya membayangkan bagaimana jadinya bila imajinasi postingan Cebonger kala itu jika Prabowo menang, maka Golputer akan menjadi bahan perundungan yang sepertinya tak akan ada ujung oleh mereka para cebonger.

Namun bisa jadi Golputer hanya menjawab enteng dengan menyalahkan kualitas daripada calon presiden yang buruk. Atau hanya menjawab sederhana, seperti mereka para Golputer tak suka kepada orang atau kelompok yang ada di barisan para paslon pilpres.

Juga, bagaimana dengan mereka para elit (terutama di kubu 01 memandang) dan para analis politik di bumi Nusantara ini akan menyamakan kekalahan Jokowi-Amin dengan kekalahan Hillary vs Trump.

Pertikaian antara Golputer dan Cebonger sepertinya akan seru dan lebih ramai ketimbang Cebong versus Kampret, jikalau Jokowi tak terpilih kembali. Tapi sayangnya, hasil hitung cepat 12 lembaga survei tercatat di KPU hingga rilis situng KPU angka cantik 54% masih berada digenggaman Jokowi.

Maka pada akhirnya, kemenangan kembali Jokowi adalah derita yang diterima mereka para Golputer. Golputers akan terpana dalam kebingungan, gerakannya tidak berarti apa-apa lagi.

Cebong vs Kampret masuk ring kembali

Sementara semua Cebong yang tak melirik Golputer pasca pilpres, akan kembali ke habitat mereka dengan senjata jemari romantisnya, menggenggam erat ponsel dan komputer untuk kembali berperang debat dengan lawan sejati mereka yang sebenarnya, yaitu para Kampret.

Keduanya bagaikan sisi mata uang koin yang harus selalu bersama, walau bersama dalam hujatan. Juga mereka, Cebong dan Kampret ini bagaikan kekasih yang tidak pernah bisa dipisahkan kapan saja. Meramaikan selalu dunia maya dengan keberingasan jemari mereka.

Derita Golongan Putih

Pada akhirnya apabila jernih memandang yang ada dihadapan kita sekarang ini, adalah kenyataan bukan Prabowo dan Kampret yang benar-benar kalah dalam pemilihan presiden kali, tapi mereka para Golputers.

Ya, keberadaan Golputer yang ketika Pilpres 2014 silam mencapai 30% (56 juta pemilih) dan itu dapat mengganggu Jokowi and The Geng di pilpres 2019 dikarenakan prediksinya dapat merusak elektabilitas 01 nantinya. Ternyata via hasil quick count, Golputer bukanlah ancaman nyata bagi Jokowi.

Maka, dengan kalahnya Prabowo adalah derita dan kesedihan bagi mereka para Golputer, karena keberadaannya dianggap tidak ada dan tidak berarti dalam kontestasi pemilihan presiden kali ini.
Lebih baru Lebih lama

Cek artikel niadinet lainnya via Google News

Formulir Kontak