
niadi.net — Sekitar 200 ribu buruh dari berbagai organisasi pekerja membanjiri kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day 2025.
Aksi damai yang digelar pada Kamis ini tidak sekadar menjadi ajang unjuk rasa tahunan, tapi juga momentum penting untuk menyuarakan enam tuntutan utama yang selama ini menggantung tanpa kejelasan.
Para buruh datang dengan tuntutan yang tegas: hapus outsourcing, wujudkan keadilan upah, dan sahkan berbagai regulasi yang berpihak kepada pekerja.
Presiden Prabowo Subianto yang hadir langsung di lokasi aksi menyambut tuntutan tersebut dengan sejumlah janji politik, termasuk pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh dan Satgas PHK.
Tuntutan Buruh yang Tak Bisa Diabaikan
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menjadi motor penggerak utama aksi May Day 2025, bersama serikat-serikat besar lainnya seperti KSPSI dan KSBSI. Dalam aksi tersebut, enam tuntutan utama disampaikan kepada Presiden dan publik:- Penghapusan sistem kerja outsourcing yang dianggap tidak manusiawi dan hanya menguntungkan pemilik modal.
- Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) yang telah belasan tahun mangkrak di DPR.
- Revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk memperkuat perlindungan terhadap buruh.
- Penerapan upah layak yang sesuai dengan kebutuhan riil pekerja dan keluarganya.
- Pengesahan RUU Perampasan Aset sebagai instrumen hukum untuk melawan korupsi yang merugikan rakyat.
- Pembentukan Satgas PHK untuk mengawasi dan menindak perusahaan yang melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Said Iqbal, Presiden KSPI, menegaskan bahwa isu outsourcing menjadi prioritas. Ia menyebut praktik ini sebagai bentuk eksploitasi modern yang sudah semestinya dihapuskan.
"Outsourcing hanya menguntungkan pengusaha dan perantara. Buruh tetap miskin, tidak ada jaminan kerja, dan masa depan mereka tidak pasti," tegas Iqbal di tengah orasi.
Perempuan dan Pekerja Rumah Tangga: Suara yang Terlupakan
Isu RUU PPRT juga menjadi sorotan penting dalam aksi kali ini. Elita Rosita Silaban, Presiden KSBSI, menyoroti minimnya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga, yang mayoritas adalah perempuan.
"RUU PPRT sudah 21 tahun terbengkalai. Apakah selama itu negara menutup mata terhadap penderitaan mereka?" ujar Elita.
Menurutnya, pengesahan RUU PPRT bukan hanya soal regulasi, tapi juga pengakuan terhadap martabat manusia dan kerja domestik yang selama ini dianggap sebelah mata.
Nasib Buruh di Laut: RUU Baru Didorong
Sementara itu, Jumhur Hidayat dari KSPSI mengangkat isu buruh kapal perikanan yang bekerja dalam kondisi berisiko tinggi dan tanpa perlindungan memadai.
Ia mendesak agar pemerintah segera meratifikasi Konvensi ILO 188 dan menyusun UU Perlindungan Pekerja di sektor perikanan. Permintaan ini mendapat respons dari Prabowo yang menjanjikan akan menggodok undang-undang tersebut segera.
Prabowo Tanggapi Tuntutan dengan Serangkaian Janji
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan dirinya sebagai "Presiden buruh dan orang susah". Ia menjanjikan serangkaian langkah konkret sebagai respons atas aspirasi yang disampaikan:- Penghapusan outsourcing. Prabowo menugaskan Dewan Kesejahteraan Nasional yang akan dibentuk untuk mencari solusi agar sistem ini dapat diakhiri secepat mungkin.
- Pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh Nasional. Dewan ini akan terdiri dari perwakilan buruh dari seluruh Indonesia dan bertugas memberi masukan langsung kepada Presiden.
- Satgas PHK. Prabowo berjanji akan membentuk satuan tugas khusus untuk mengawasi dan menangani kasus PHK yang tidak adil.
- Dukungan terhadap pengesahan UU PPRT. Ia mengatakan RUU ini akan mulai dibahas dalam waktu dekat, dan diharapkan selesai dalam tiga bulan.
- Dukungan terhadap Marsinah sebagai Pahlawan Nasional. Marsinah, buruh pabrik yang tewas karena memperjuangkan hak, diusulkan untuk diberi gelar kehormatan oleh negara.
- Dukungan terhadap UU Perampasan Aset sebagai upaya memperkuat pemberantasan korupsi.
Prabowo juga menyinggung pentingnya menjaga iklim investasi. Ia mengimbau para buruh untuk tetap realistis dan tidak melupakan peran investor dalam membuka lapangan kerja. Namun, ia menekankan bahwa hal itu tidak boleh mengorbankan hak-hak buruh.
Langkah Taktis Pemerintah: Antisipasi dan Pengamanan
Guna menjaga kelancaran aksi, sebanyak 13.252 personel gabungan dari Polri, TNI, dan aparat daerah dikerahkan di berbagai titik strategis di Jakarta. Kehadiran aparat ini dimaksudkan bukan untuk membatasi aksi, tetapi memastikan kegiatan berjalan tertib dan aman.
Kementerian Sekretariat Negara menyatakan bahwa kehadiran Presiden dalam aksi May Day adalah bentuk penghormatan terhadap peran strategis buruh dalam perekonomian nasional. Juru bicara Istana, Prasetyo Hadi, mengatakan kehadiran Prabowo menunjukkan bahwa pemerintah ingin lebih dekat dengan para pekerja.
PT Pos Indonesia dan Praktik Kemitraan yang Dipertanyakan
Dalam orasinya, Presiden FSP ASPEK Indonesia, Abdul Gofur, mengangkat isu praktik kemitraan di PT Pos Indonesia yang menurutnya melanggar UU Ketenagakerjaan.
Ia berharap pemerintah segera turun tangan dan mengevaluasi pola kerja sama yang dianggap menyimpang dari prinsip keadilan kerja.
Marsinah: Simbol Perlawanan yang Bangkit Kembali
Salah satu janji Prabowo yang paling menyita perhatian adalah komitmennya untuk mendukung pengangkatan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional. Marsinah adalah simbol perjuangan buruh perempuan yang tewas setelah menuntut keadilan upah pada 1993.
"Kalau semua pimpinan serikat sepakat, saya dukung penuh," tegas Prabowo.
Bagi banyak buruh, ini bukan hanya soal simbolik, melainkan bentuk pengakuan negara terhadap sejarah panjang perjuangan kelas pekerja di Indonesia.
Apakah Janji Akan Jadi Aksi?
Janji-janji Prabowo hari ini menuai respons positif namun juga skeptis. Para buruh, meskipun menyambut baik sikap terbuka Presiden, menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal realisasi janji tersebut.
"May Day tahun ini jadi titik awal. Tapi kami tidak akan berhenti sampai semua janji itu menjadi kenyataan," kata salah satu buruh dalam orasi penutup.
Dengan sorotan tajam pada isu-isu ketenagakerjaan yang selama ini terpinggirkan, May Day 2025 menjadi lebih dari sekadar perayaan. Ia menjelma sebagai panggung politik dan sosial tempat suara buruh menggema hingga ke telinga penguasa.
Apakah ini titik balik bagi nasib buruh Indonesia? Waktu yang akan menjawab. Tapi satu hal pasti: mereka sudah tak lagi diam.