Trending

Krisis Galbay Pinjol dan Dampaknya di Masyarakat

Krisis Galbay Pinjol dan Dampaknya di Masyarakat
cnbcindonesia.com
Ringkasan:
  • Gagal bayar pinjol melonjak seiring pertumbuhan pesat pinjaman digital, dengan anak muda menjadi kelompok paling rentan.
  • Risiko galbay mencakup beban bunga besar, catatan buruk di SLIK, serta ancaman dari pinjol ilegal.
  • Regulasi diperketat melalui SEOJK 19/2025 dan pemberantasan pinjol ilegal oleh Satgas PASTI.
{alertSuccess}

Krisis Gagal Bayar Pinjol: Ancaman Baru Ekonomi Rumah Tangga

niadi.net — Industri pinjaman online (pinjol) dan layanan peer to peer (P2P) lending terus mengalami ekspansi signifikan, memperluas akses pembiayaan bagi masyarakat. Namun, pertumbuhan tersebut memunculkan konsekuensi serius: meningkatnya kasus gagal bayar (galbay), menurunnya kualitas kredit, dan terganggunya kesehatan finansial banyak keluarga. Data menunjukkan bahwa tekanan paling besar terjadi pada generasi muda yang belum memiliki manajemen keuangan memadai.

Utang Pinjol Menembus Rp 90,99 Triliun, Rasio Kredit Bermasalah Naik

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang masyarakat melalui pinjol dan layanan paylater mencapai Rp 101,3 triliun per September 2025. Dari porsi tersebut, outstanding pembiayaan pinjol tercatat Rp 90,99 triliun, naik drastis 22,16 persen dibanding September 2024.

Peningkatan utang ini berlangsung konsisten dari waktu ke waktu. Secara bulanan, nominalnya bertambah 3,86 persen dari Agustus 2025.

"Outstanding pembiayaan pada September 2025 tumbuh 22,16 persen year on year dengan nilai nominal sebesar Rp 90,99 triliun," kata Kepala Eksekutif PVML OJK, Agusman.

Rasio TWP90 Menembus 2,82 Persen

Tekanan kredit juga tampak pada meningkatnya Tingkat Wanprestasi di atas 90 hari (TWP90). Pada September 2025, TWP90 industri P2P lending berada di posisi 2,82 persen, naik dari tahun sebelumnya dan dari bulan Agustus.

Lebih mengkhawatirkan lagi, terdapat 22 penyelenggara dengan TWP90 di atas 5 persen.

"Posisi per September 2025, terdapat 22 penyelenggara yang memiliki TWP90 di atas 5 persen," tegas Agusman.

OJK pun meminta setiap platform dengan rasio kredit bermasalah tinggi untuk menyerahkan action plan serta memperketat proses pengawasan.

Gagal Bayar Menggila di Kalangan Muda

Kelompok usia muda menjadi pusat perhatian karena tren gagal bayar paling tajam terjadi pada mereka. Data OJK menunjukkan lonjakan mencolok pada peminjam berusia di bawah 19 tahun, dengan pinjaman macet mencapai 21.774 akun pada semester I 2025, atau naik 763 persen dari tahun sebelumnya.

Untuk rentang usia 19–34 tahun, jumlah pinjaman macet naik 54,4 persen, menjadi 438.707 akun. Agusman menyebut kondisi ini terjadi karena keterbatasan literasi keuangan.

"Selain itu, disebabkan rendahnya kesadaran pengelolaan keuangan di kalangan generasi muda," ujarnya.

Pembatasan Usia dan Penghasilan Minimum Borrower

Melihat kondisi tersebut, OJK memperkuat regulasi melalui SEOJK Nomor 19 Tahun 2025, yang berisi:
  • Batas usia minimal borrower: 18 tahun
  • Syarat penghasilan minimum: Rp 3 juta
  • Penguatan verifikasi untuk meminimalkan galbay usia muda

"OJK juga terus melakukan edukasi terhadap masyarakat agar bijak dalam menggunakan layanan fintech lending," kata Agusman.

Pengamat ekonomi digital Celios, Nailul Huda, menambahkan bahwa banyak anak muda terdorong mengambil pinjaman karena kebutuhan konsumtif serta paparan narasi galbay di media sosial yang dianggap "tantangan".

Risiko Finansial: Bunga Membengkak dan Riwayat Kredit Rusak

Salah satu konsekuensi paling cepat dirasakan dari gagal bayar adalah membesarnya beban bunga. Meski bunga pinjol legal telah dibatasi lewat SEOJK 19/2023 (0,1 persen per hari produktif, 0,2 persen per hari konsumtif), keterlambatan tetap menumpuk karena denda dan biaya administrasi.

Contoh sederhana:
Pinjaman Rp 3 juta, bunga 0,2 persen per hari selama 30 hari menghasilkan bunga Rp 180.000. Ketika keterlambatan terjadi, nilai utang bisa berlipat akibat denda dan biaya lain.

Catatan Buruk di SLIK OJK

Pengaruh galbay terhadap catatan kredit juga sangat besar. Setiap keterlambatan pembayaran akan tercatat dalam SLIK OJK, mempengaruhi:
  • peluang mendapat kredit rumah, motor, atau modal usaha
  • proses seleksi kerja di industri tertentu
  • kemampuan mengakses layanan keuangan lainnya

OJK pernah memperingatkan secara tegas soal gerakan galbay.

"Jangan ikut-ikut gerakan kayak gitu. Untungnya mungkin sesaat, tetapi ruginya sampai ke depan-depan," ujar Friderica Widyasari Dewi.

Dampak Psikologis dan Risiko Ekstrem Pinjol Ilegal

Jika gagal bayar pada pinjol legal berdampak pada bunga dan catatan kredit, maka galbay pada pinjol ilegal jauh lebih berbahaya.

Pinjol ilegal dikenal menerapkan:
  • bunga harian sangat tinggi tanpa batas
  • denda akumulatif
  • penagihan kasar dan tidak sesuai etika
  • penyebaran data pribadi
  • intimidasi, termasuk ancaman pada keluarga korban

Intimidasi psikologis dari pinjol ilegal dapat menyebabkan stres berkepanjangan, gangguan kecemasan, hingga depresi. Banyak korban akhirnya terjebak gali lubang tutup lubang, mengajukan pinjaman baru untuk membayar utang lama.

Mitos: Utang Hilang Setelah 90 Hari Gagal Bayar

Beredar anggapan bahwa utang akan hapus jika debitur tidak membayar selama 90 hari. Ini adalah informasi keliru.

Batas 90 hari hanya mengatur masa penagihan langsung. Setelah itu:
  • penagihan dialihkan ke pihak ketiga yang terdaftar
  • bunga tetap berjalan
  • denda tetap menambah jumlah utang
  • kewajiban membayar tidak hilang

Bahkan, catatan buruk di SLIK akan tetap tercatat bertahun-tahun.

Respons Regulator: Memperketat Aturan dan Menggencarkan Penertiban

Untuk menghadapi maraknya pinjol ilegal, Satgas PASTI meningkatkan operasi pemblokiran. Hingga Juni 2025, 427 entitas pinjol ilegal telah ditindak.

OJK juga meluruskan berbagai hoaks mengenai pemutihan utang. Lembaga itu mengimbau masyarakat agar tidak memberikan data pribadi kepada pihak yang mengaku menyediakan "program penghapusan utang".

Di tingkat industri, pelaku fintech memperkuat manajemen risiko, memperbaiki proses analisis borrower, serta meningkatkan edukasi literasi keuangan untuk menekan rasio kredit macet.

Tantangan Berat di Tengah Pertumbuhan Fintech

Krisis gagal bayar pinjol mencerminkan pentingnya literasi keuangan dan penggunaan layanan yang bertanggung jawab. Dengan meningkatnya outstanding pinjaman, membesarnya TWP90, dan lonjakan galbay di kalangan muda, perlu kolaborasi antara regulator, industri, dan masyarakat untuk membangun ekosistem keuangan digital yang sehat.

Pinjaman online dapat menjadi solusi, tetapi tanpa kontrol yang baik, ia bisa berubah menjadi beban jangka panjang, merusak finansial, reputasi, dan kesehatan mental.

Lebih baru Lebih lama
Cek tulisan lainnya lebih cepat melalui saluran WhatsApp
Support kami dengan SHARE tulisan ini dan traktir kami KOPI.

Formulir Kontak