niadi.net — Kemendikdasmen Beberkan Akar Masalah Siswa dalam Mengerjakan Soal Matematika TKA 2025. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) memberikan penjelasan mengenai meningkatnya keluhan siswa SMA sederajat terkait kesulitan dalam mengerjakan soal Matematika pada Tes Kemampuan Akademik (TKA) 2025.
Menurut kementerian, tantangan terbesar bukan terletak pada rumitnya materi matematika, melainkan pada proses berpikir yang belum sepenuhnya matang di kalangan peserta didik.
Kepala Badan Standar Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikdasmen, Toni Toharudin, menegaskan bahwa persoalan utama muncul pada tahap transformasi masalah. Banyak siswa belum mampu mengubah situasi sehari-hari yang disajikan dalam soal menjadi model matematis yang tepat, sehingga langkah penyelesaian menjadi tidak jelas.
"Tantangan siswa bukan semata karena materi matematika itu sulit. Hambatannya sering kali muncul ketika mereka harus mengonversi permasalahan kontekstual menjadi persamaan atau bentuk matematis yang bisa diselesaikan," ujar Toni dalam sebuah paparan yang ditayangkan melalui kanal YouTube TV Parlemen, Jumat (28/11/2025).
Kemampuan Transformasi: Biang Kerok Rendahnya Performa Matematika
Dalam berbagai evaluasi yang dilakukan pemerintah, terlihat bahwa sebagian besar siswa mampu memahami konsep dasar matematika. Namun, saat konsep tersebut dibawa ke persoalan nyata atau soal cerita, kemampuan ini menurun drastis.
Toni menjelaskan bahwa kemampuan transformasi tidak hanya soal membaca soal, tetapi juga melibatkan:- Analisis konteks, yakni memahami situasi yang disajikan dalam soal.
- Pemodelan, mengubah situasi menjadi bentuk matematis.
- Penalaran, menentukan strategi penyelesaian yang logis.
- Verifikasi, mengecek kesesuaian jawaban dan konteks masalah.
Sayangnya, kompetensi-kompetensi ini masih lemah di banyak sekolah.
"Masalah terbesar siswa ada pada bagaimana mereka mengaitkan permasalahan nyata dengan simbol, model, atau persamaan matematika. Padahal, penilaian modern justru menuntut kemampuan tersebut," tegasnya.
Literasi dan Numerasi Masih Jadi PR Nasional
Selain transformasi masalah, kemampuan literasi dan numerasi Indonesia masih berada di bawah rata-rata negara-negara maju. Hal ini tampak jelas dalam berbagai evaluasi internasional maupun asesmen nasional.
Menurut Toni, rendahnya literasi membuat siswa sulit menangkap maksud soal, sementara minimnya numerasi membuat strategi penyelesaian menjadi tidak efektif. Kedua kemampuan itu saling terkait dan berpengaruh langsung terhadap hasil TKA.
Literasi yang dimaksud bukan hanya membaca teks panjang, tetapi juga memahami instruksi, menafsirkan informasi dalam grafik, tabel, atau diagram. Numerasi pun tidak sekadar menghitung, melainkan mengolah data dan menalar hubungan antarvariabel.
Karena itu, Kemendikdasmen menilai bahwa pembelajaran harus bergerak ke arah yang lebih mendalam.
Pemerintah Dorong Deep Learning untuk Pecahkan Masalah Klasik
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah memperkuat kebijakan pembelajaran mendalam atau deep learning. Pendekatan ini menuntut siswa tidak hanya menghafal prosedur, melainkan memahami konsep agar dapat diterapkan pada situasi baru.
"Peserta didik tidak cukup hanya memahami definisi atau rumus. Mereka harus bisa menggunakan pengetahuan itu untuk menghadapi persoalan nyata," kata Toni.
Metode ini juga menjadi dasar pengembangan Kurikulum Merdeka, yang menekankan kompetensi, bukan tumpukan materi. Dengan demikian, siswa diharapkan memiliki landasan berpikir yang lebih kuat ketika menghadapi soal bertipe penalaran seperti di TKA.
Soal TKA Dirancang untuk Ukur Kemampuan Berpikir Berjenjang
TKA 2025 bukan hanya menguji hafalan atau rumus matematika dasar. Toni menjelaskan bahwa soal-soal telah disusun melalui proses berjenjang yang melibatkan tim pusat dan daerah untuk memastikan kualitasnya.
Instrumen penilaian tersebut disusun dengan memperhatikan tiga aspek utama:- Knowing (pengetahuan) – mengukur pemahaman konsep fundamental.
- Applying (penerapan) – menilai kemampuan menggunakan konsep dalam konteks berbeda.
- Reasoning (penalaran) – menguji kemampuan menganalisis, mengolah informasi, dan menarik kesimpulan.
Pendekatan tersebut disusun agar peserta didik tidak sekadar menguasai prosedur, tetapi memahami hubungan antara konsep matematika dan situasi kehidupan nyata.
"Tujuannya adalah memastikan bahwa pembelajaran menghasilkan pemahaman yang bermakna dan fungsional, bukan sekadar kemampuan mengikuti langkah-langkah prosedural," jelas Toni.
Kesiapan Mental Siswa Indonesia Dinilai Melemah
Di luar aspek teknis materi, Kemendikdasmen juga menyoroti persoalan mental siswa dalam menghadapi ujian berskala nasional. Sejak Ujian Nasional (UN) dihentikan beberapa tahun lalu, kesempatan siswa untuk berlatih menghadapi ujian yang menuntut konsentrasi tinggi semakin berkurang.
Toni menilai bahwa minimnya pengalaman mengikuti ujian besar membuat siswa tidak terbiasa menghadapi tekanan. Kondisi ini terlihat saat TKA dilaksanakan pada awal November 2025.
"Setelah beberapa tahun tanpa asesmen nasional yang menuntut kedisiplinan tinggi, sebagian besar peserta didik tidak lagi terlatih secara mental menghadapi suasana ujian seperti ini," ujarnya.
Kesulitan Bertanding Secara Jujur di Bawah Tekanan
Selain soal tekanan psikologis, Toni mengungkap bahwa ada kecenderungan sebagian siswa untuk mengandalkan cara-cara instan saat menghadapi ujian. Menurutnya, ini terjadi karena mereka tidak terlatih untuk menghadapi kompetisi yang jujur dalam situasi nyata.
"Banyak di antara mereka sebenarnya cerdas. Namun, tidak semuanya terbiasa bertanding dalam suasana yang ketat dan penuh tanggung jawab," kata Toni.
Ia berharap TKA dapat menjadi momentum untuk mengembalikan budaya evaluasi yang sehat, di mana siswa tidak hanya mengejar nilai, tetapi juga membangun integritas dan ketangguhan mental.
Upaya Pemerintah Perbaiki Kualitas Belajar dan Evaluasi
Kemendikdasmen menyatakan bahwa pembenahan tidak hanya dilakukan pada sistem penilaian, tetapi juga pada proses belajar di sekolah. Pemerintah mendorong guru untuk memperbanyak praktik penalaran, diskusi konteks nyata, serta pemecahan masalah terbuka.
Beberapa strategi yang tengah digencarkan antara lain:- Integrasi pembelajaran berbasis proyek untuk memperkuat pemahaman.
- Pelatihan guru agar lebih terampil mengajarkan pemodelan matematis.
- Pengembangan soal format baru yang menekankan analisis.
- Perbaikan asesmen diagnostik yang membantu guru mengetahui kelemahan siswa sejak dini.
Dengan rangkaian upaya tersebut, pemerintah berharap kemampuan matematis dan mental siswa Indonesia dapat meningkat secara menyeluruh.